Isu dibalik beredarnya uang pecahan Rp 2000

Senin, 31 Agustus 2009 ·

Telah terbit uang kertas pecahan Rp 2000,- sebagian masyarakat menyambutnya dengan sukacita karena bisa menjadi koleksi baru, tapi bagi yang mengerti artinya maka itu adalah suatu kemunduran ekonomi.

Uang Kertas 2000 rupiah dewasa ini, bila anda berkendaraan melalui jalan tol, anda akan jarang menerima uang kembalian berupa lembaran Rp 1.000,-. Kasir pintu tol justru mengembalikan sisa tol dengan koin Rp 500,- aluminium. Memang sejak Maret 2007, Bank Indonesia berencana menerbitkan uang kertas (UK) baru, pecahan Rp 2000,- dan Rp 20.000,- lalu menarik uang kertas Rp 1000,- bergambar Pattimura untuk digantikan dengan koin baru Rp 1.000,- yang bahan metalnya lebih murah dari koin Rp 1.000,- seri Kelapa Sawit (1993 – 2000). Lalu apa arti perubahan ini?

Ya, tentu saja, dengan terbitnya pecahan Rp 2000, berarti pemangkasan harta atau aset kita dalam mata uang rupiah, menjadi separuh dari daya belinya semula, yang disebut inflasi rupiah! Anda yang tadinya cukup nyaman dengan penghasilan, katakanlah Rp 2 juta/bulan, kini dengan adanya pemangkasan tadi, anda harus menambah penghasilan dua kali lipatnya! Artinya selepas Idul Fitri 1430 H nanti, penghasilan anda harus naik menjadi Rp 4 juta atau sekurangnya Rp 3 juta / bulan bila ingin tetap nyaman seperti hari ini (Juli 2009).

Lalu bagaimana dengan rakyat kebanyakan yang penghasilannya kurang dari Rp 1 juta sebulan ? Ya, semakin blangsak.

Berdasarkan sejarah, ketika era Soeharto dulu, uang kertas tertinggi sejak tahun 1968-1991 adalah Rp 10.000,-. Lalu dengan alasan defisit APBN, diedarkanlah uang lembaran Rp 20.000,- seri Cengkeh/Cenderawasi h, tahun 1992. Karena nominal “aneh” ini sukses beredar, maka tak lama kemudian muncul nominal lebih tinggi lagi yaitu Rp 50.000,- bergambar Pak Harto (1993). Dan tidaklah mustahil, bila uang kertas Rp 2.000,- baru ini sukses beredar, maka Bank Indonesia akan menerbitkan uang kertas dengan nominal baru lainnya, misalnya: Rp 200.000,-; Rp 500.000,-, bahkan Rp 1 juta!

Sebab hal itu memang lazim dilakukan oleh Bank Sentral di negara berkembang. Karena ciri khas mata uang negara maju, nominal angkanya hanya tiga digit saja, seperti USA $100, Arab Saudi 200 riyal, Eropa 500 euro, Inggris 100 poundsterling; kecuali Jepang dan Korea Selatan dengan 10.000 yen dan 10.000 won, sebagai sisa sebuah trauma ekonomi pasca Perang Dunia II.

Dengan ditariknya pecahan Rp 1.000,- maka otomatis uang receh terkecil adalah Rp 500,-. Sedangkan koin pecahan Rp 100,- dan Rp 200,- akan lenyap dengan sendirinya, rusak atau dicuekin. Hal ini lazim terjadi pasca terbitnya uang baru, ketika pecahan Rp 1,- dan Rp 2,- lenyap pada tahun 1975, sepuluh tahun kemudian Rp 5,- dan Rp 10,- lenyap di tahun 1985, lalu Rp 25,- dan Rp 50,- lenyap di tahun 1995. Kini pada 2009 ini pecahan Rp 100,- dan Rp 200,- sudah kehilangan daya belinya. Rakyat dieksploitasi untuk memacu kegiatan ekonominya, dan dipaksa merelakan hilangnya sebagian jerih payah mereka.

Perhatikan akibatnya. Bila tadinya sebutir telur ayam negeri seharga Rp 10,-/butir di tahun 1975, lalu naik menjadi Rp 100,-/butir di tahun 1985, maka pemegang uang rupiah telah kehilangan asetnya 1 digit dari Rp 10,- ke Rp 100,-. Artinya si pemegang uang kertas harus mencari sepuluh kali lipat lebih banyak lagi lembaran rupiah agar bisa membeli telur yang sama. Bisa jadi suatu hari nanti harga sebutir telur ayam negeri harus dibayar dengan lembaran Rp 10.000,-/butir, tinggal menunggu waktu saja.

Untuk mengakali inflasi ini, Bank Indonesia cukup menambah angka nol pada uang kertas baru. Inilah riba Zero Sum Game! Sampai kapan permainan riba ini akan berakhir? rakyat yang kalah gesit dalam mengimbangi permainan ini pasti semakin terpuruk kondisinya.

Sumber: kaskus

Artikel yang Berhubungan



5 komentar:

tips dan trik seputar ponsel mengatakan...
Minggu, 06 September, 2009  

wah bener tuh sob, yang miskin bakal tambah menderita aj, coba kayak zaman dulu ya uangnya kecil2 jadi pengeluaran kecil juga (bener gak ya),,good posting,,

newayamkampunk.blogspot.com mengatakan...
Senin, 07 September, 2009  

BI ga ngerti rakyat ternyata... se maunya udelnya sendiri..!!! bisa nangis nih keluarga gw.... hiks...

Anonim mengatakan...
Senin, 07 September, 2009  

jangan pernah berpikir buruk pada pemerintah.. semua yang kalian katakan hanya spekulasi belaka.. setiap kali ada hal baru pasti di tanggapi dengan ketidaksenangan.. adakalanya pemerintah perlu kita bantu dan kita support.. pemerintah ada karena kita.. bukan terus dirong rong dengan ungkapan2 ga jelas dari kita. kalo kita percaya sama tuhan.. inget.. Allah janjikan kita rejeki yang besar.. trus bila ada pertanyaan knapa kok janji Allah akan rejeki tidak datang.. lihat kembali pada diri kita.. apakah janji kita kepada tuhan untuk taat dan taqwa padaNya udah terlaksana?? sekian.

slashkid mengatakan...
Senin, 07 September, 2009  

@all: sekali lagi ni cuma pendapat... :)

total futsal mengatakan...
Minggu, 13 September, 2009  

sy rasa itu berhubungan dengan waktu, bukan nominal uang,,, ya sudah hukum alam, semakin lama semakin mahal!!!
nyambung ga ya??=))

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Cari uang di internet?? Klik link di bawah...

Cari di Blog ini

Messenger

Label

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Recent Post

Recent Comments

Ramalan Cuaca

Followers

100 Blog Indonesia Terbaik free counters

Cari uang di Internet??